Kerangka Akuntabilitas
1. Mengapa kerangka akuntabilitas untuk pengadaan gagal ?
a.      
Kerangka
hukum cacat
Para eksekutif dari legislatif pemerintah telah gagal
menyediakan kerangka hukum efektif untuk pengadaan publik. Tidak ada
undang-undang pengadaan nasional selain undang-undang konstruksi (UU
No.18/1999). Keputusan Presiden yang mengatur pengadaan diluar konstruksi
Keppres No 18/2000)-walaupun merupakan perbaikan besar dibanding
kebijakan-kebijakan sebelumnya-tetap membatasi persaingan dengan menuntut
“persaingan adil” antara perusahaan-perusahaan yang “setara”. Hal ini
memungkinkan peluang dalam interpretasi tentang perusahaan-perusahaan yang
setara. Peraturan pelaksanaannya juga mencoba mementingkan usaha kecil dan
menengah lokal untuk kontrak-kontrak dibawah nilai tertentu, yang melanggar
prinsip “satu negeri, satu pasar” dan menghilangkan manfaat-manfaat bagi pemerintah
dari persaingan nasional.
b.      
Pemerintah
tidak terorganinsasi untuk menangani pengadaan
Pemerintah tidak mengorganisasikan dirinya untuk pengadaan
publik. pemerintah tidak mempunyai badan yang jelas harus bertanggung jawab
untuk kebijakan dan pematuhan pengadaan publik. Karena badan tersebut tidak
ada, Bappenas dan Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah berbagi tanggung
jawab tersebut, tetapi mereka tidak memilik mandat untuk menyandang tanggung
jawab formal atas kebijakan pengadaan dan pengawasannya.
c.       
Insentif
– intensif terdistorsi
Akibat pamong praja yang dikelola
dengan buruk dan peradilan yang lemah, kerangka insentif melenceng jauh
sehingga tidak ada imbalan untuk efisiensi dan kejujuran dan tidak ada hukuman
untuk korupsi. Baik pimpro maupun anggota panitia lelang menghadapi
insentif-insentif kuat untuk berpartisipasi dalam korupsi dan kolusi. 
d.      
Pengadaan
dilakukan di balik pintu tertutup
Pengungkapan publik terbatas terhadap proses pengadaan
memperkuat insentif-insentif buruk tersebut. Sebagian besar proses tersebut
berlangsung di balik pintu tertutup. Hasil-hasil penawaran berikut pembenaran
yang sesuai dengan pemenangan penawaran tidak diumumkan. Mengikuti usul Bank
Dunia, pemerintah telah menyetujui informasi ini diumumkan bagi semua proyek
Bank Dunia yang baru akan dicermintkan dalam perjanjian-perjanjian sah dengan
Bank Dunia.
e.       
Pengauditan
lemah
Sebagian besar proses audit-satu-satunya instrumen yang
tersedia untuk menegakkan aturan main dan ketentuan-ketentuan seperti telah
dicatat-tidak efektif. Efektivitas untuk menegakkan praktik-praktik pengadaan
yang baik lebih lanjut disesuaikan oleh auditor Pemerintah yang kurang mengenal
aturan dan prinsip pengadaan. Walaupun sekiranya pengauditan itu efektif sektor
peradilan tidak berfungsi memastikan bahwa mereka yang menyalahgunakan proses
pengadaan tidak akan memikul akibat-akibatnya. Keengganan untuk menerapkan
sanksi-sanksi administratif terhadap pegawai negeri yang ketahuan berkolusi
dengan lingkaran-lingkaran penawar berarti bahwa secara efektif tidak ada
mekanisme penegak.
2. Tiga langkah utama dalam computer forensic (imaging; processing; analyzing)
a.     Imaging, disk imaging
atau disk drive imaging ingin menghasilkan bayangan cermin atau clone bukan
sekedar mengcopy seperti Bahasa sehari-hari.
b.   Proccessing, adalah citra
atau image yang harus diolah dengan memulihkan image hasil copyan sehingga akan
tampil seperti pada media penyimpanan data yang asli .
c.    Analyzing, pada langkah
ke tiga ini investigator memeriksa current file agar diupayakan membangun freud
teorinya yang dapat membuktikan kejahatan yang dilakukan.

0 comments:
Post a Comment